Sejak pertengahan Maret 2024, harga saham bank terutama kelompok big banks, telah menunjukkan penurunan signifikan.
Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang apa yang penyebab saham bank turun tajam dan bagaimana prospek perbankan di masa depan dengan adanya tren penurunan ini?
Artikel ini dipersembahkan oleh
Tren Saham Bank Turun Tajam!
Baru-baru ini, penurunan harga saham di sektor perbankan, khususnya kelompok big banks seperti BBCA, BBRI, BBNI, dan BMRI telah menjadi fokus perhatian pasar dan berdampak signifikan hingga saat ini.
Ketika artikel ini ditulis, penurunan harga saham BBCA sudah sekitar-8,73% dari 10.300-an di pertengahan Maret, turun menjadi 9.400-an. Begitu pula dengan BBNI yang juga turun sekitar -25,80% dari 6.200-an di pertengahan Maret, turun ke 4.600-an.
Lalu, penurunan harga saham BBRI sekitar -28,12% dari 6.400-an di pertengahan Maret, turun menjadi 4.600-an. Dan harga saham BMRI juga turun sekitar -16,21% dari 7.400 di pertengahan Maret, turun menjadi 6.200-an.
Ini menunjukkan bahwa harga saham sektor perbankan masih mengalami tren penurunan. Walaupun penurunan harga saham merupakan hal yang normal di pasar, namun penurunan berkelanjutan selama kira-kira 2,5 bulan terakhir ini pasti disebabkan oleh beberapa faktor.
Penyebab Saham Bank Turun Tajam
Berikut ini faktor-faktor penyebab harga saham bank turun.
Faktor Internal
Seperti yang kita ketahui, saham perbankan sangat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah yang memiliki dampak luas terhadap ekonomi. Berikut ini beberapa faktor yang menjadi penyebabnya.
[Baca Juga: Saham TLKM Anjlok ke Level Terendah, Dividen Aman?]
#1 Kenaikan Suku Bunga Acuan BI
Dalam Rapat Dewan Gubernur periode 23 – 24 April 2024, BI telah menaikkan BI Rate sebesar 25 bps menjadi ke level 6,25%. Kemudian diikuti dengan kenaikan suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 5,50% dan juga suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 7,00%.
Akibatnya, sektor perbankan akan mengalami kenaikan bunga pinjaman yang akan berdampak pada penurunan daya pinjam nasabah, sehingga memicu penurunan pertumbuhan kredit.
Selain itu, kenaikan suku bunga juga bisa menyebabkan naiknya harga barang kebutuhan pokok. Hal ini berpotensi membuat nasabah mengalami kesulitan dalam membayar kredit, sehingga meningkatkan risiko kredit macet.
Jika jumlah kredit macet ini bertambah banyak (Non Performing Loan/NPL), dapat menimbulkan risiko tergerusnya cadangan modal bank.
#2 Melemahnya Nilai Tukar Rupiah – Dolar AS
Nilai Rupiah yang masih lemah di kisaran Rp16.000 per US Dolar, turut membuat saham bank turun tajam.
Bahkan, ketika artikel ini ditulis, pergerakan Rupiah masih lemah dan menunggu hasil data ekononomi Amerika Serikat (AS) yang akan rilis di minggu ini, yaitu inflasi konsumen dan data produsen.
Sejak awal tahun 2024, Rupiah semakin memburuk, yang menandakan adanya penurunan nilai yang lebih besar di pasar, khususnya pasar valuta asing Asia. Salah satu faktor utamanya adalah karena Dolar AS yang makin kuat, yang saat ini berada di level 105,3.
#3 Selesainya Pemberian Stimulus Restrukturisasi Kredit Perbankan
Hal lain yang juga mendorong saham bank turun tajam ialah selesainya stimulus restrukturisasi kredit dari pemerintah kepada sektor perbankan pada akhir Maret 2024 lalu.
Seperti kita tahu, sektor perbankan telah menerima bantuan keuangan untuk tetap stabil setelah pandemi Covid-19, yang membantu peminjam terus membayar pinjaman mereka. Sejak berlakunya stimulus ini, sektor UMKM menjadi pemanfaat restrukturisasi kredit terbanyak.
Namun, dengan selesainya restrukturisasi kredit ini, maka industri perbankan harus menyesuaikan diri tanpa dukungan tambahan dan menghadapi risiko peningkatan NPL, terutama saat suku bunga naik.
[Baca Juga: INAF Belum Bayar Gaji Karyawan, Indikasi Bangkrut?]
#4 Besarnya Capital Outflow di Sektor Saham Bank
Sticker Code Bank |
Net Foreign Sell (1 month) |
|
BBCA |
-Rp2,12 triliun |
|
BBNI |
-Rp1,07 triliun |
|
BBRI |
-Rp11,54 triliun |
|
BMRI |
-Rp2,14 triliun |
Berdasarkan angka capital outflow di atas, banyak investor telah menunjukkan aksi taking profit, terutama investor asing. Hal ini sering terjadi saat harga saham all time high atau setelah mendapatkan dividen.
Risiko ini bertambah dengan berakhirnya stimulus restrukturisasi kredit untuk bank, yang membuatnya cenderung berisiko atas kenaikan NPL bank.
Faktor Eksternal
Selain faktor internal, ada pula faktor eksternal penyebab saham bank turun, antara lain:
#1 The Fed AS yang Belum Memberi Sinyal Pemangkasan Suku Bunga/Hawkish
Untuk kita ketahui bahwa The Fed AS, melalui rapat Federal Open Market Committee/FOMC telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 525 bps dari Maret 2022 – Juli 2023, mencapai 5,25%.
Kemudian The Fed menaikkan suku bunga menjadi 5,50% dan masih menahannya sampai saat ini (higher for longer).
#2 Masih Tingginya Inflasi AS
The Fed mempertahankan suku bunga karena inflasi yang masih tinggi. Meskipun inflasi pada Februari 2024 adalah 3,2% YoY, namun harus kembali naik pada Maret 2024 ke level 3,5% YoY.
Peningkatan ini terkait dengan pertumbuhan ekonomi yang kuat di AS, yang akan diikuti oleh pemilihan umum di bulan November 2024.
#3 Ketegangan Geopolitik
Ketegangan geopolitik yang berlangsung lama, seperti konflik antara Rusia dan Ukraina, Israel dan Palestina, serta Israel dan Iran, semakin memperburuk ketidakpastian global dan menimbulkan kekhawatiran bagi para pelaku pasar.
Akibatnya, banyak investor beralih ke investasi yang lebih aman, seperti deposito dan pasar uang, meskipun dengan imbal hasil yang rendah.
[Baca Juga: BBCA: Laba Bersih Naik 19,4% dan All Time High, Bukti Solid Kinerja Perusahaan?]
#3 Potensi Saham Sektor Perbankan
Walaupun saat ini saham bank turun signifikan, prospek untuk saham di sektor perbankan tetap cerah karena masih ada potensi untuk pertumbuhan yang baik di tahun ini.
Jika mengacu pada data OJK Statistik Perbankan Indonesia, maka secara umum potensi pertumbuhannya baik secara bisnis maupun kinerja masih akan positif.
Berikut ini data terbaru per Februari 2024.
Terlihat bahwa pertumbuhan kredit perbankan masih tumbuh sekitar Rp7.094 miliar per Februari 2024, sedikit lebih tinggi dari pertumbuhan kredit Rp7.057 miliar di Januari 2024.
Dengan penggunaan kredit bulan Februari 2024 lebih banyak untuk modal kerja yang persentasenya mencapai 44,99%. Lalu penggunaan terbesar kedua untuk konsumsi sekitar 27,51% dan investasi 27,49%.
Tidak hanya itu, total akumulasi DPK yang berhasil diakumulasi perbankan per Februari 2024 juga tercatat meningkat menjadi Rp8.440 miliar dari Januari 2024 yang sebesar Rp7.988 miliar.
Pertumbuhan di atas menandakan bahwa bank konvensional masih memiliki prospek keuntungan yang baik. Banyak bank konvensional juga sedang beralih ke digital, menghadirkan inovasi dan produk kompetitif untuk memastikan mereka tetap relevan di pasar.
Profitabilitas perbankan yang masih sehat
Jika dilihat dari pencapaian laba bersih saham sektor perbankan, maka kita akan mendapati kenaikan laba bersih yang konsisten setiap tahunnya:
- BBCA mencatat pertumbuhan laba bersih yang positif didukung oleh kenaikan total kredit sekitar 17,1% YoY menjadi Rp835,7 triliun hingga Maret 2024. Selain itu, rasio LAR menurun ke level 6,6% pada kuartal I-2024, dengan rasio NPL yang tetap terjaga di level 1,9%.
Dalam periode yang sama, total DPK yang dicatat oleh BBCA tumbuh 7,9% YoY menjadi Rp904,5 triliun. Oleh karena itu, tidak heran jika BBCA berhasil mencatat pertumbuhan laba bersih yang positif.
- BBNI juga mencatatkan pertumbuhan laba bersih kuartal I-2024 yang positif. Tercatat untuk total kredit yang berhasil disalurkan meningkat 9,6% YoY menjadi sebesar Rp695,16 triliun.
Emiten ini juga mampu memperbaiki NPL Gross sehingga turun ke level 2%, jika dibandingkan pada periode kuartal I-2023 sebesar 2,8%.
Sementara DPK yang dibukukan juga meningkat 4,9% YoY menjadi sebesar Rp780,23 triliun, yang didukung oleh pertumbuhan CASA sekitar 6% YoY menjadi sebesar Rp543,50 triliun. Sedangkan deposito tumbuh 2,4% YoY menjadi Rp236,72 trilun.
- BBRI berhasil meningkatkan penyaluran kreditnya menjadi Rp1,30 triliun sepanjang kuartal I-2024 atau naik 10,89% YoY. Emiten ini juga berhasil mempertahankan kualitas pinjamannya dengan tingkat NPL sebesar 3,11%.
Selain itu, BBRI mencatat kenaikan DPK sebesar 12,8% menjadi Rp1,41 triliun, dengan CASA yang tercatat naik 7,8% YoY mencapai Rp873,29 triliun. Hasil ini berkontribusi pada pertumbuhan laba bersih yang positif untuk BBRI di kuartal I-2024.
- BMRI mampu menjaga pertumbuhan laba bersih, dengan dukungan penyaluran kredit mencapai Rp1,43 triliun atau naik 19,1% YoY sepanjang kuartal I-2024. Demikian halnya dengan rasio NPL yang terjaga di level 1,02%, turun 68bps dari periode kuartal I-2023 yang sebesar 1,7%.
Terlihat bahwa kinerja laba bersih dari empat big banks di atas secara umum masih tertumbuh, yang mengindikasikan bahwa prospek pertumbuhan kredit masih sangat terbuka. Sejalan dengan perbaikan ekonomi Indonesia yang tumbuh di level 5,11% pada kuartal I-2024.
Jika Anda butuh data analisis lainnya, Anda bisa berlangganan Cheat Sheet by RK. Apa Itu Cheat Sheet? Dapatkan informasi lengkapnya di sini 👉 Cheat Sheet by Rivan Kurniawan.
Kesimpulan
Secara garis besar, penyebab saham bank turun tajam tidak lepas dari kekhawatiran investor mengenai kebijakan suku bunga yang ketat dai BI maupun The Fed yang saat ini masih bersikap hawkish.
Kemudian disusul dengan pelemahan Rupiah yang mendorong capital outflow semakin keluar dari pasar saham Indonesia. Hal ini juga terjadi pada saham sektor perbankan, dengan jumlah capital outflow dalam satu bulan terakhir masih terbilang tinggi.
Ditambah lagi dengan ketidakpastian global meningkat, terutama karena ketegangan geopolitik yang masih berlangsung. Investor khawatir dan beralih ke investasi yang lebih aman.
Meskipun saham bank mengalami penurunan tajam, prospek sektor perbankan tetap menarik berkat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang positif dan laba bersih yang terus bertumbuh.
Bahkan, empat bank besar diperkirakan masih akan memberikan dividen menarik dengan yield masing-masing: 2,84% untuk BBCA, 5,88% untuk BBNI, 6,82% untuk BBRI, dan 5,69% untuk BMRI.
Namun, sebelum menentukan langkah berikutnya terhadap saham-saham di atas, Anda perlu analisis mendalam. Supaya tidak salah langkah, yuk konsultasikan bersama Perencana Keuangan HOOQ.ID untuk dapatkan strategi tepat.
Hubungi dan buat janji konsultasi sekarang via nomor WhatsApp 0851 5866 2940. Klik banner untuk info lengkapnya.
Disclaimer: HOOQ.ID adalah perusahaan perencana keuangan di Indonesia yang melayani konsultasi keuangan bersama Certified Financial Planner (CFP) seputar perencanaan keuangan, rencana pensiun, dana pendidikan, review asuransi dan investasi.
HOOQ.ID bukan platform pinjaman online dan tidak menerima layanan konsultasi di luar hal-hal yang disebutkan sebelumnya. Artikel ini dibuat hanya sebagai sarana edukasi dan informasi.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News
Bagaimana pendapat Anda tentang informasi di atas? Bagikan opini Anda di kolom komentar, yuk! Share juga artikel ini pada rekan-rekan investor lainnya.
Editor: Ratna Sri H.